Inilah Introduksi tentang Hidup Bahagia. Kebahagiaan merupakan satu opsi. Kita sendirilah yang tentukan untuk hidup berbahagia atau menanggung derita. Untuk hidup damai sejahtera atau hidup dalam genangan duka nestapa. Untuk hidup penuh sukur atau meratap-menggerutu.
Untuk hidup tanpa beban atau hidup dilanda malang. Di Kabar 123 ditulis Beberapa orang menunjuk hidup menanggung derita. Hari baru, yang harusnya jadi awal mula hidup anyar, tetap juga terkuasai kerusuhan pikiran-perasaan. Tetap juga memiara amarah-kekecewaan-kegagalan yang berlangsung ‘hari-hari sebelumnya’.
Tetap juga terkuasai kondisi dan kondisi saat saat lalu. Tetap juga tidak sanggup hapus keputusasaan-kegagalan. Orang yang pilih menanggung derita yakni beberapa orang tidak berhasil, beberapa orang tinggi hati, beberapa orang memiliki masalah. Beberapa orang yang memutuskan menanggung derita yakni beberapa orang yang tak menunjuk sikap moral 4 B: beralih-bertumbuh-berkembang-berbuah.
Beberapa orang yang lihat dan merasa apa pun-siapa juga selalu tetap-kekal-abadi. Itu penyebab, beberapa orang sejenis sedang ‘bunuh diri perlahan-lahan’. Dalam korelasi serta hubungan beberapa orang yang memutuskan menanggung derita selalu berikan stigma, memberinya cap, berikan merek.
Baik pada seorang, populasi, tempat, realistis, atau pertanda. Karena itu, selalu berburuk sangka-curiga-picik-licik. Sekali orang melakukan perbuatan salah, untuk beberapa orang yang menunjuk hidup menderita, selama-lamanya dirasa salah. Sekali orang melawan-melawan-menentang, selama-lamanya dikasih label-cap-stigma perusuh.
Beberapa orang yang pilih menanggung derita, sekian waktu, selalu berpembawaan palsu, basa-basi, culas, penjilat, otoriter, serta sadis. Mereka membikin ‘benteng kebenaran subyektif’ yang jadikan senjata tiap-tiap buat hadapi satu orang, komune, tempat, realistis, ataupun petunjuk.
Beberapa ciri orang yang pilih hidup menanggung derita salah satunya: tidak gampang yakin ke orang lain, terus sangsi ke orang lain serta kondisi hidupnya, terus panik.
Beberapa hal kecil-bahkan yang remeh-temeh jadi fokus utama, yang bukan problem jadi problem, mempunyai pikiran serba instant, ingin menang sendiri, tak menghargakan rekam jejak-dedikasi seseorang, tingkah-polahnya aneh-aneh.
Hari yang kita lewati jadikan oleh Tuhan. Dikaruniai di umat-Nya. Untuk disyukuri sampai jadi hari yang penuh damai, penuh suka ria, hari yang menggembirakan. Hari yang kita sambut tiap-tiap fajar merekah yakni berkat-kudus-indah memesona yang sewajarnya membikin damai sejahtera dan kebahagiaan.
Ada pengalaman yang sentuh di saat mengikuti ‘penyiar-penyiar muda-belia radio sekolah (dari SD-SMA) menyelenggarakan ‘aksi perduli Merapi’. Di berbagi hari ke-3 , sambil hitung uang yang diterima tiap-tiap barisan, ada siswi SMA yang menangis.
Masalahnya dia begitu haru waktu seorang ibu muda berhijab kuras habis semuanya isi dompet ke kardusnya. Helai-lembar uang dari yang punya warna merah sampai recehan berubah mendiami kardus sang siswi. Dia haru-kagum di ibu muda berjibab. Seorang ibu muda berhijab, yang barusan keluar ‘supermarket’ bersama anaknya satu satunya, demikian tulus-ikhlas memberikan.
Jangan sampai kita diamkan tidak untuk berbahagia. Diamkan seluruh dalam irama serta lifestyle mereka. Desahkan saja, “Ya, biarlah!” Lantas, kibaskan debu dan mengambil jarak. Asal, tidak boleh membencinya!
Jaga sikap baik. Teruslah berkembang pas di mana saja, ke siapa saja, dan kapan saja kita ada. Diamkan Tuhan yang bekerja dan berkaya. Tidakkah Sodom-Gomorah atau air bah dan perahu Nuh sudah mendidik di kita bagaimana hidup berbahagia.
Inilah Introduksi tentang Hidup Bahagia.